Mentan Amran Tegaskan Seluruh Kebijakan Kementan Semata-Mata untuk Kesejahteraan Masyarakat

By Admin


nusakini.com - Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait infrastruktur, tata niaga, hilirisasi, pengendalian impor serta peningkatan ekspor adalah semata-mata untuk menambah pendapatan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam keterangan resminya, Kamis (29/9/2016). "Harga membaik, petani berproduksi, kesejahteraan masyarakat meningkat," terang Amran Sulaiman dalam Forum Pertanian 2016 dengan tema "Peran Sektor Pangan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat,”, yang dihadiri oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia Anton J. Supit, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil, serta akademis Institut Pertanian Bogor Sam Herodian, Rachma Pambudy serta Rusman Heriawan sebagai moderator. 

Menteri Amran mengakui bahwa selama ini disparitas harga di tingkat petani dan pedagang berpengaruh pada kesejahteraan di tingkat petani. Seperti yang selama ini ditemukannya ketika berkunjung ke beberapa daerah. Dimana disparitas harga sering terjadi pada komoditas padi (beras), bawang merah, cabai serta daging sapi dan unggas. Hal itu berkisar antara 100-300% di tiap komoditas. Oleh karenanya, pemerintah telah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) di tingkat petani. "Seluruh produksi pertanian harus dibeli dengan harga yang wajar," tegas Amran. 

Guna meningkatkan produksi pangan, pihaknya terus mengupayakan penggunaan dan pemanfaatan mekanisasi pertanian. Dia pun yakin apabila seluruh petani Indonesia memakai alat mesin pertanian akan mempersingkat waktu sekaligus mengurangi biaya operasional. Misalnya, kalau untuk mengolah lahan pertanian 1 hektar dengan cara tradisional memakan waktu 25 hari, dengan mekanisasi cukup 3 jam. Bahkan keuntungan yang bisa didapatkan dari penggunaan mekanisasi pertanian diperkirakan mencapai 200-300 triliun. 

“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden RI, untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat, Kementerian Pertanian telah membangun dari pinggiran. Kami juga membangun lumbung pangan di wilayah perbatasan bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” terang Amran. 

Pada acar tersbeut, dia meminta untuk mengembangkan pertanian organik sesuai dengan kondisi lahan pertanian di masing-masing wilayah. Tujuannya adalah meningkatkan ekspor ke negara tetangga sehingga berpengaruh juga pada kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan tersebut. "Kesejahteraan petani meningkat, produktivitas harus naik," ucapnya. 

Amran menjelaskan pula bahwa daerah pinggiran yang telah dibangun seperti di Kepulauan Riau, Kalimantan, Ambon, dan baru baru ini telah ditandatangani 44 kepala daerah dan dinas untuk mengembangkan jagung. 

Hal sama juga diterapkan untuk komoditi pangan lainnya. Jagung di petani harus dijual dengan acuan harga Rp 3.150 per kilogram dengan kadar air 15 persen. Harga acuan di konsumen sebesar maksimal Rp 3.750 per kilogram. Harga acuan Rp 8.500 per kilogram di petani ditetapkan untuk kedelai lokal sementara Rp 6.550 per kilogram untuk kedelai impor. Harga jual ke konsumen adalah Rp 9.200 per kilogram (kedelai lokal) dan Rp 6.800 per kilogram (kedelai impor). "Harga dasar gula sekitar Rp 9.100 per kilogram di petani, lelang itu sekitar Rp 11 ribu,” paparnya sambil menunjukkan data yang dimiliki. 

Selain itu, Amran juga mengutip, berdasarkan survei yang dilakukan beberapa lembaga ternyata kebijakan dan langkah-langkah yang diambil Kementerian Pertanian dinilai sukses, seperti survey yang dilakukan Institute for Developmet of Economic and Finance (INDEF) pada Maret 2016 di sembilan provinsi, 22 kabupaten, 63 kecamatan, 254 desa dan 1.200 responden petani peserta program menyatakan, tingkat kepuasan responden terhadap kebijakan atau program Kementan sebesar 76,8 persen. 

Sementara itu tingkat kepuasan responden terhadap subsidi benih dan pupuk 79,99 persen. Selain itu, Kementan juga mengeluarkan kebijakan terkait asuransi usaha tanaman padi (AUTP). "Asuransi ini petani membayar Rp 36 ribu per tahun,” kata Amran. 

Dengan cara itu, lanjutnya, petani akan terus melakukan produksi tanpa takut terjadinya gagal panen. Untuk, tingkat kepuasan responden terhadap bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan pembangunan infrastruktur sebesar 75,83 persen dan 71,99 persen. Kepuasan ini pun terefleksi dalam perkembangan ketahanan pangan Indonesia yang paling signifikan di antara 113 negara. Menurut Food Security Index (GFSI), Indonesia adalah negara yang meraih peningkatan ketahanan pangan terbesar dengan 2,7 poin dan berada di peringkat 71 dunia. 

Sedangkan secara nasional, sektor pertanian dinilai memberikan kontribusi terbanyak pada pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2016. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sektor pertanian mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,18 persen.(p/mk)